Kamis, 01 Januari 2009

Selamat Tahun Baru.......

Tepat tadi malam kita sudah melewati tahun 2008, yang pastinya menuju pada tahun baru 2009. Di isu global sempat didengungkan permasalahan adanya penyesuaian pengunduran 1 detik di seluruh dunia untuk menuju ke tahun 2009... mengingatkan kita pada saat menuju tahun 2000 (mungkin angkatan kita udah ada yang skripsi atau pun udah lulus ---walaupun saya masih jauh kayaknya pada waktu itu...hehehe).... Millenium Bug yang dikatakan bahwa pada saat kita melewati tahun tersebut dengan dipenuhi ketakutan akan munculnya permasalahan pada komputer yang tidak disetting menuju angka 00... (Yang pada mau skripsi mungkin ingat masalah tersebut dan menyebabkan kita berpikir bagaimana caranya kita menyimpan data skripsi atau PKL).... Pada waktu itu saya juga sempat berdagang sepatu dan sandal dengan mitra saya Robi (PKP 96) dengan adanya millenium permintaan dan stok mengarah pada silver hahaha... kapan kita bisnis lagi ya Rob?????

2009 sudah datang dan kira2 3 bulan lagi akan ada Pesta Demokrasi yaitu Pemilu dan tak perlu disangkal dengan adanya acara ini membuat banyak perubahan pada mata pencaharian banyak orang yang mungkin juga salah satunya adalah yang kita geluti saat ini semisal ....Tukang sablon kaos dan bendera partai, tukang pasang bendera partai, pengusaha terop dan Event Organizer yang menyelenggarakan acara dangdut pada saat kampanye, artis - artis dangdutnya, atau artis dangdut atau bukan dangdut yang juga menjadi calon legislatif, atau juga REKAN KITA YANG TERNYATA AKAN MENJADI WAKIL KITA DI SANA..........

Tidak dapat disangkal bahwa dengan lamanya kita melakukan pertemuan atau komunikasi dengan rekan2 yang lain mengakibatkan kita tidak mengetahui apa yang sedang terjadi dengan rekan kita..... Yang pasti ada rekan kita yang juga akan menuju ke kursi tersebut.... kalo gak percaya coba deh ketik titis shinta dewi (SEA 96)di google atau mesin pencari yang lain..... Yah semoga aja rekan kita tersebut berhasil maju dan dapat menjalankan amanah yang telah diberikan pada nya..... kalo yang lain sih belum ketemu nih.... Sahid (97) mungkin Luqman (96) kali.....??????? gimana kabarnya bos????????
Pokoknya selamat tahun baru lah baik masehi maupun hijriah.....mudah2an kita semua menjadi tambah maju dan selalu dapat mempebaiki diri.... Amin... Sekian


By Rachman

Kamis, 20 November 2008

Iklan Politik PKS

Menarik dicermati tentang iklan kampanye yang blunder dari PKS. Tentang pahlawan dan tokoh bangsa dimana semua ditampilkan dengan metode politik aliran. Sukarno simbolisasi dari nasionalis, wahid hasyim simbol dari nu, natsir dari masyumi, ahmad dahlan dari muhammadiyah, dan yang kontroversial adalah suharto yang dikategorikan pahlawan oleh PKS.
PKS dari semula menyanggah bahwa dia sebagai parpol menolak terjebak dalam politik aliran tetapi secara kasat mata bahwa dalam iklan tersebut PKS juga terjebak dalam pusaran politik aliran. Dan yang agak konyol PKS dalam hal ini, melalui petinggi2nya dengan segala argumentasinya menyatakan bahwa iklan itu mengesampingkan politik aliran. Padahal tegas sekali iklan ini menyangkut politik aliran karena yang diususng adalah tokoh2 politik aliran.
Bangsa Indonesia secara sosio historis, suka atau tdk suka menggunakan politik aliran dalam membedah masyarakat berdasarkan partisipasi politiknya. Dan ini semakin tajam fragmentasinya sejak reformasi digulirkan, dan agak memendar 1 tahun belakangan ini, karena masyarakat mulai pragmatis dalam memilih parpol. Tetapi dalam pemilihan kepala daerah di sejumlah daerah politik aliran masih memegang peranan. Coba diamati dalam Pilkada Jateng dan Pilkada Jatim, sangat kentara sekali yang memenangkan pilkada adalah berdasarkan politik aliran. Jateng yang dominan mataraman dalam aliran politiknya abangan condong ke PDIP, dan Jatim yang mayoritas NU dimenangkan oleh tokoh NU.
PKS dalam analisa saya seakan bergerak ke pragmatisme politik secara frontal. Dalam iklan ini PKS mencoba melebarkan basis suaranya ke orang Nasionalis, Suhartois, Masyumi, NU, Muhamadiyah, dan mulai malu2 menyapa kaum pekerja dengan iklan2 di pinggir jalan mengucapkan selamat hari buruh (may day). Semua hendak didulang suaranya, nggak peduli golongan mana yang penting bisa mendukung PKS.
Iklan Soeharto yang seolah2 di Pahlawankan PKS saya rasa perlu diperdebatkan ulang. Saya tidak habis pikir loginya apa PKS menokohkan dan mempahlawankan Soeharto. Bagi saya itu tidak perlu diperdebatkan karena beliau sudah meninggal. Hanya catatan historisnya yang jauh dari ”pahlawan” membuat saya menanyakan motivasi PKS dalam hal ini.
Pemilu sudah di depan mata, tetapi sangat tidak elok ketika pragmatisme politik menjadi sangat dominan dalam hal ini. Politik bukan lah perebutan suara, tetapi lebih dari itu yaitu kemuliaan dan kesejahteraan masyarakat. Bukan lagi kekuasaan yang utama tetapi pengabdian. Saya merasa PKS sudah terjebak bahwa kekuasaan adalah tujuan dari parpol-parpol di Indonesia. Sehingga beriklan yang muatannya sangat jauh dari kesan bermutu....Padahal sebelum itu saya sangat menaruh hormat dengan gebrakan2 PKS yang solid, profesional dan relatif bersih dari korupsi.

SAI
SEA'96

Selasa, 18 November 2008

Kenaikan Gaji ....

Sebagai karyawan swasta kenaikan gaji adalah hal2 yang ditunggu-tunggu setiap tahun. Besarannya berkisar 8-15 % dari gaji pokok setiap bulannya, jika di perusahaan yang sudah mapan biasanya kenaikan gaji berdasarkan penilaian kinerja, dan tentunya hasil akhirnya bagi setiap karyawan berbeda-beda besarannya.
Tetapi baru2 ini ada SKB 4 menteri yang menyatakan bahwa kenaikan gaji tidak boleh melebihi batas inflasi. Sehingga dimungkinkan kenaikan gaji karyawan pasti berkisar di bawah inflasi. Jika tahun ini inflasi menurut pemerintah (menggunakan data BPS) berkisar 10 % maka dimungkinkan kenaikan gaji dibawah 10 %.
Saya menjadi bertanya2 apakah selama ini penilaian kinerja yang dilaksanakan setiap tahun akan tetap konsekuen dilaksanakan oleh perusahaan atau perusahaan mengacu pada keputusan bersama 4 menteri. Sehingga sia2 sajalah bagi karyawan yang penilaian kinerja masuk kategori luar biasa.
SKB 4 menteri ini dalam kacamata pengusaha adalah langkah yang obyektif dan merusapakan insentif bagi dunia usaha agar beban usahanya tidak terlalau berat. Karena komponen gaji merupakan komponen biaya yang kontribusinya besar. Tetapi bagi kalangan karyawan tentu saja hal ini sangat tidak mengenakkan karena dalam urusan kenaikan gajipun pemerintah melakukan intervensi dan semuanya dipukul rata tanpa melihat kontribusi pekerja yang tentu saja berbeda bagi perusahaan.
Memang kekuatan pekerja atau karyawan selalu diposisi yang lemah, karena karyawan termasuk dalam posisi yang dependent (tergantung)...

Siswanto Ariadi
SEA'96

Senin, 03 November 2008

Mannnna expresinya!!!!!!!!!


Merupakan kalimat dari iklan yang sempat beredar luas......di media televisi beberapa waktu yag lalu (mungkin sekarang sih juga masih beredar)....
Sekedar mengingatkan bahwa kita sebagai manusia yang memiliki takdir untuk saling bersosialisasi (makhluk sosial) walaupun bukan spesifik (makhluk sosial ekonomi)..... tetap harus bisa mengekspresikan dirinya lewat kata2 maupun perbuatan....
Banyak ekspresi yang telah kita hadirkan sebagai reaksi dari segala masalah yang kita terima baik yang bersikap spontan ataupun reaksi yang memang telah dipikirkan secara matang (ngomong apaan sih)....
Pernah mencoba mengingat2 ekspresi kita waktu ospek disuruh cari ubi warna kuning????
pernah mencoba mengingat ekspresi kita waktu disuruh memasak singkong dengan diameter 30 cm yang setiap 10 cmnya dimasak berurtan dengan cara digoreng, direbus dan dibakar???? Dan bagaimana ekspresi kita waktu pagi2 setelah senam pagi kita disuruh memakannya???? hahaha... Pasti ekspresi tersebut merupakan ekspresi spontan yang pernah kita lakukan....
Jangan berharap terlalu banyak pada artikel ini..karena memang artikel yang saya buat ini memang bukan artikel yang dibuat untuk membuat anda berpikir terlalu dalam atau bahkan membuat artikel ini mampu menyamai kesuksesan Laskar Pelangi yang fenomenal tersebut...
Yach itung2 belajar menulis lah atau anggaplah kita saling bercerita atau ngobrol ngalor ngidul yang gak jelas juntrungannya seperti waktu kita di teras sosek dulu...
Yang pasti ada rekan2 yang baru bergabung (khususnya sosek 96) yang belum pernah posting di sini seperti yuni gendut dan slatem serta widya (yang hilang secara misterius)....
Monggo dilanjut lah,,,.....dan silahkan tunjukkan ekspresi dan kabarmu....(Manna ekspresinya)????


Note : Artikel ini tidak memerlukan komentar anda.... tapi kalau anda memaksa..... ya silahkan...


Senin, 21 Juli 2008

Eksistensi Budaya

Oleh Ahmadi Addy S

Bangsa Indonesia memiliki budaya yang khas. Asimilasi unik budaya penduduk Yunan Selatan dengan "kreasi alam" serta masuknya agama dari Asia Barat dan Timur Tengah telah memberikan suatu warna. Sebagai sebuah peradaban baru, disinyalir muncul baru 400 tahun SM memang sangatlah muda dibanding kebudayaan lain di muka bumi namun memiliki karakter yang kuat. Pembeda eksistensi sebuah nation di muka bumi ini. Selain unik juga kaya ragam budaya yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Tak ada bantahan untuk fakta ini. Kalau boleh berbangga maka tak ada negara seunik dan sekaya Indonesia dalam budaya.

Maka tak salah para komposer negeri ini begitu bersemangat membuat alunan nada dari Ismail Marzuki dengan "Indonesia Tanah Pusaka" hingga Gesang dengan Bengawan Solo-nya begitu jelas menampakkan kekayaan itu. Ratusan bahkan ribuan ilmuwan dunia berbondong menjadi "penikmat" dan jutaan turis manca negara menjadi saksi.

Seiring derasnya arus informasi dan gencarnya penetrasi budaya asing maka bangsa ini terus "didatangi" budaya-budaya asing. Sifat dasar penduduk pribumi yang ramah dan terbuka inilah yang menjadikannya lahan subur bagi budaya-budaya asing. Sejarah telah mencatat budaya kita yang ada sekarangpun merupakan "perkawinan" materi-materi budaya dari seluruh pelosok dunia. Dan indahnya para pendahulu nusantara secara santun dan cantik menampilkannya menjadi budaya khas Indonesia. Bukan penjiplakan. Anda tentu bisa menyebutkannya bukan? Konsekuensi logis dari sebuah "persinggungan" bangsa ini dengan bangsa lain.

Sebuah pertanyaan sederhana diajukan, apakah kita perlu melestarikan budaya kita? Untuk apa ketoprak, lenong, tari piring, reog, batik, tari saman harus tetap ada? Gotong-royong, musyawarah mufakat harus tetap ada? Toh jaman telah bergeser, budaya saling bersinggungan melakukan perkawinan, melahirkan budaya baru. Sekuat apa kita menentang "kehendak" jaman.

Karakter bangsa ini lambat laun berubah, individualisme, liberalisme dan -isme yang lain seperti telah menjadi "ruh" baru dalam tatanan masyarakat kita. Kepedulian menjadi sempit, toleransi menjadi kebablasan, individu menjadi dewa atas kelompok, kebebasan dan perbedaan menjadi alasan pembenaran dan lain-lain sampai-sampai kita menjadi "bule" berkulit gosong. Dan saya berpikir bangsa ini hampir-hampir telah "mati" di makan jaman.

Beruntung kita masih punya segelintir orang yang concern terhadap kebudayaan kita. Kalau sedikit kita saja menyimak dan mau mempelajari budaya kita sebagai contoh kecil kesenian kita, maka sesungguhnya warisan nenek moyang itu memberi banyak pelajaran. Pada masa-masa lampau tidak hanya di negara ini, budaya dalam berbagai wujudnya merupakan perpaduan kedalaman berpikir dan pengalaman sejarah. Sehingga terciptalah karya budaya yang menjadi watak suatu bangsa. Bagaimana dengan budaya sekarang? Musiknya, tarinya, sopan santunnya, tata laku penduduknya?

Setiap hari tontonan kita di televisi atau dalam keseharian masyarakat budaya populis yang dangkal akan pembelajaran semakin mengkhawatirkan. Tak ada parameter nilai yang jelas, yang penting populer. Makanan paling populer, baju paling populer, lagu paling populer, tokoh paling populer.

Karena itu menurut hemat saya eksisitensi budaya dalam segala wujud harus tetap ada untuk membentuk watak atau karakter penduduk bangsa ini yang semakin terkikis. Wujud budaya boleh beda, generasi sekarang boleh berkreasi tetapi ruh budaya kita yang santun dan guyub (kekeluargaan) harus tetap ada. Bangsa kita adalah bangsa yang bermartabat.





Sabtu, 19 Juli 2008

Rabu, 16 Juli 2008

Indonesia Menangis (Bagian Dua)

Oleh Ahmadi Addy Saputra

Bicara kemiskinan di negeri tercinta ini seperti “menggunjing” saudara kita sendiri. Bagaimana tidak hal itu terjadi di negara yang konon katanya kaya raya, “gemah ripah loh jinawe, tata tentrem kerta raharja”. Menjadi menjadi miskin adalah aib. Bahkan bisa dikatakan sebuah “fitnah”. Saya tidak ingin mencoba beromantisme tentang Indonesia masa silam. Jaman kejayaan kerajaan-kerajaan nusantara dengan segala kekayaan alamya, yang tercium sampai ke daratan Eropa yang akhirnya melahirkan penjajahan.
Faktanya sekarang kita masuk jajaran negara miskin di dunia. Bagaimana bisa sebuah negara yang panjang wilayahnya setara dengan bentangan pantai barat hingga pantai timur Amerika Serikat, 70 % (tujuh puluh persen) keaneka ragaman hayati dunia tinggal di negeri ini, sumber daya manusia yang berlimpah (peringkat empat dunia) dikatakan miskin. Jawabannya adalah sebuah ironi..
Apa yang berbeda? Sungguh menyakitkan jika kita mengetahui bahwa kita tak mampu mengolah begitu melimpahnya sumber daya alam dan manusia kita, sebuah kebodohan penyebabnya. Lebih menyakitkan begitu banyak asset kita yang telah berpindah tangan ke orang asing. Hampir lima puluh persen perbankan kita yang menjadi “lokomotif “ perekonomian bangsa ini, setidaknya menurut pembuat kebijakan bangsa ini sekarang telah menjadi milik asing, beberapa BUMN strategis telah dijual dan “saudara-saudaranya” telah masuk daftar jual, sebuah ketamakan jawabannya.
Seolah bangsa ini tidak menyadari bahwa kita berdiri diatas “gunung emas” atau kita terlalu malas untuk sekedar menyadarinya apalagi mengelolanya. Ini bukan perkara baru, tapi ironinya tak ada “kebangkitan” bangsa ini dari “keterpurukan”, tak ada rasa malu atas keterbelakangan dan menikmati betul “inferioritas” kita terhadap bangsa lain. “Bangsa budak, budak diantara bangsa”, suatu ketika Bung Karno berujar.
Perut bumi kita disedot terus menerus oleh “mesin-mesin asing” yang akhirnya menyebabkan kerusakan permanen pada lingkungan, Indonesia menangis untuk Papua, Indonesia menangis untuk Bangka dan Belitong. Hutan kita dijarah tanpa ampun, kerusakan flora dan fauna yang terus mengancam eksistensi penduduk nusantara. Indonesia menangis untuk Kalimantan, Indonesia menangis untuk Sumatera. Tak ada yang tersisa kecuali kerusakan akibat ketamakan kita. Hanya dengan alasan “secuil devisa” penguasa negeri ini berkomplot dengan pengusaha tengik menggelar “red carpet” untuk menyambut kedatangan para “investor” asing komplotan mereka juga. Mereka mengingkari “kebolehan” anak bangsa negeri ini, menafikan “kepintaran” anak-anak bangsa. Penganut “inferiorisme”. Indonesia menangis anak-anak bangsa.
Kemiskinan di Indonesia telah mencapai angka 14 %, atau sekitar 35 juta sampe 40 juta penduduk negeri ini hidup dibawah garis kemiskinan. Anda tahu batas kemiskinan itu bukan? Gizi buruk, kelaparan, pendidikan terabaikan dan lain-lain. Kemiskinan dan kebodohan adalah ancaman terbesar dan terdekat dari kita. Keduanya begitu tampak nyata dan “menari-nari” di depan mata kita. Lebih nyata dari terorisme dan bencana alam. Agenda terpendek adalah mengentaskan kemiskinan dan kebodohan, jika kita tak mau mati dalam keadaan miskin dan bodoh. Indonesia menangis untuk dirinya.
Bersambung….